Selasa, 22 Februari 2011

Sang Ratu

     Peran serta wanita di jaman sekarang, sangatlah berbeda sekali dengan jaman dahulu. Banyak remaja, gadis, wanita pekerja, sampai ibu rumah tangga dapat mempunyai segudang kegiatan, entah itu positif maupun negatif, tergantung pemilihan jalan hidup yang mereka putuskan. Mengupas kehidupan wanita tidaklah mudah. Bagai mengupas bawang bombay, semakin dikupas selapis, ada lapisan berikutnya, begitu seterusnya.
     Satu yang sama diantara semua wanita, yaitu ingin selalu cantik dan awet muda. Banyak cara mereka tempuh untuk mendapatkannya. baik dengan cara modern maupun dengan cara tradisional. Bagi mereka yang tinggal di perkotaan, dan cukup mampu, mereka akan menggunakan cara modern yang banyak ditawarkan klinik kecantikan yang ada. Bagi mereka yang kurang mampu, mereka akan mencari cara yang lebih murah, yang terjangkau kantong mereka.
     Mereka kadang terobsesi dengan keinginan memiliki wajah , bentuk tuduh dan kulit yang sempurna menurut ukuran mereka. Bahkan demi semua yang bersifat jasmani itu, mereka rela melakukan apa saja agar bisa mendapatkan cukup uang untuk memenuhi obsesinyanya.Kadang mereka melupakan hal yang lebih penting dari semua itu. Kesempurnaan seorang wanita, tidak hanya pada kesempurnaan fisik mereka, tapi bagaimana dia mampu menjadi Ratu dalam kehidupan ini.
     Seorang ratu, selain memiliki kecantikan jasmani, dia juga harus mampu menjadi 'ratu' dalam hal yang lebih luas.Ratu harus mampu menjadi seorang kekasih bagi Raja, yang dapat mengisi hari - hari sang raja, yang selalu ada disaat raja membutuhkan, dan dapat membuat Raja bahagia. Seorang kekasih yang setia dalam untung dan malang. Ratu juga mampu menempatkan diri sebagai Permaisuri bagi raja. Tidak hanya indah untuk dipajang sebagai pelengkap, namun dapat sejajar, menyumbangkan pemikiran - pemikiran positif dan solusi untuk permasalahan yang dihadapi raja. Dapat saling asah, asih dan asuh. Di saat raja berhalangan, dia harus mumpuni mengambil alih peran Raja, namun tetap menghargai dan menghormati raja. Saat tertentu, Ratu pun harus mampu berperan sebagai seorang ibu bagi sang raja. Mampu menyejukkan dan menenangkan bilamana Raja sedang gelisah.
     Pada dasarnya, tiap insan, siapapun itu, berapapun usianya, senantiasa merindukan belaian kasih seorang ibu, belaian yang penuh kasih dan kelembutan. Belaian seorang ibu, mampu menyejukan dan meneduhkan hati yang gelisah. Seorang Ratu, yang baik, pandai dan bijaksana namun tetap rendah hati, akan mampu menjadi ibu yang sempurna bagi anak anak yang dititipkan Tuhan, yang lahir dari rahimnya yang suci. Dan anak anaknyapun menjadi anak anak yang diberkati, hidup dengan baik yang kelak dewasa mampu jadi penerus bangsa. Sungguh tidak mudah untuk menjadi seorang 'Ratu'.
    Wanita jaman sekarang banyak yang ingin seperti ratu. .Ratu yang memiliki wajah jelita, dengan kulit dan bentuk badan yang nyaris sempurna, plus pintar dalam ilmu pengetahuan.
     Dengan kemolekan wajah dan tubuhnya, berusaha meraih kebahagiaan sempurna, hidup berkecukupan dan terkenal, walaupun kadang dengan menempuh cara yang sesat, merendahkan diri dan harkatnya sebagai wanita. Wanita seperti ini biasanya suka menempuh jalan pintas untuk mencapai tujuannya.Membuat sensasi sensasi murah untuk mendongkrak popularitas. Kalau jaman dulu, mungkin yang disebut tledhek !!
     Ada juga yang dengan kepandaiannya, wanita mampu meniti karier dengan baik, mempunyai penghasilan yang lebih. Yang kadang justru membuat dia kurang menghormati lelaki. Bahkan ada yang mampu 'membeli 'lelaki untuk kesenangan mereka. Byuuuhh....!!!
       Masih ada lagi wanita - wanita masa kini yang mempunyai kehidupan dan cara hidup yang sungguh jauh dari sikap seorang ratu yang sungguh - sungguh 'Ratu'.... Bagaimana dengan anda..?? Mau pilih jadi wanita luhur jaman dahulu, yang pinter ngadi busono, ngadi  saliro, tansah ngudi kamulyan ( pinter dalam berpenampilan, menjaga kesucian diri, dan selalu mengusahakan hal- hal yang mulia) atau menjadi wanita modern yang kadang lupa adi kodrati... Pilihan ada ditanganmu...
  

Yu Poni

     Pagi itu Yu Poni tetanggaku kelihatan kusut.!1 Rambutnya yang memutih dibiarkan awut awutan. Uban yang mestinya belum saatnya tumbuh diusianya yang masih relatif muda. Entah karena pikirannya yang terlalu menanggung beban hidup yang begitu berat, atau karena bahan kimia dalam shampoo yang digunakan, telah membuat rambut yu Poni yang bergelombang itu lebih dari separuh memutih.
     " Ada apa to yu...??' tanyaku.... "Mboh ki mbak, mumet tenan sirahku..."( Gak tau nih mbak, kepalaku pusing sekali )...jawab yu Poni langsung duduk di depanku yang sedang meracik bumbu di dapur. Kulhat wajahnya benar -benar kucel..kusut..."Ada apa to? tentang kang Ponidi??" Tanyaku. Dia mengangguk....
Pagi itu, aku dengarkan cerita Yu Poni dengan penuh keprihatina, tapi aku tidak bisa berbuat banyak untuk ketidak adilan yang dialaminya.
     Malam itu memang ada pertemuan beberapa orang di rumah Pak Samin, untuk merembug permasalahan kang Ponidi. Tentu saja yu Poni dan kang Ponidi hadir di situ.... Yu Poni pada awalnya tidak tau, kenapa dia juga ikut 'dipanggil'... Entah siapa yang lapor pada siapa, yu Poni juga tidak tau. Yu Poni yang makan bangku sekolah cuma sampai kelas 5 SD,sama sekali tidak mengerti, kenapa dalam pertemuan itu, justru dia yang disalahkan dan dipojokkan.
     Dalam pertemuan itu, hadir juga Menik. Seperti namanya, wanita desa itu memiliki wajah yang imut, kulitnya bersih, putih, tidak seperti wanita desa kebanyakkan. Menik mempunyai suami Sarman. Suaminya tidak punya pekerjaan, kadang pergi berbulan-bulan, tapi setiap pulang hanya untuk meminta uang atau menjual apa saja yang bisa dijadikan uang Harta warisan peninggalan orang tua Menik pun habis dijual oleh Sarman.
     Entah siapa yang mulai, diam diam Ponidi sering menyambangi Menik. Sepertinya Menik menikmati perhatian Ponidi. Entah apa yang ada di benak Menik, sampai sampai dia mau berhubungan dengan Ponidi. Padahal, Ponidi bukanlah lelaki berduit, dan dia tidak lebih baik dari Sarman. Pekerjaannya juga serabutan, kalau dapat sedikit uang saja, habis untuk beli rokok dan kesenangannya sendiri.
     Yu Poni, wanita yang kuat, baik fisik maupun mentalnya. Tiga anak laki laki, telah dilahirkannya ke muka bumi. Tiap hari selalu bekerja keras. Buruh tandur ( menanam padi ), membantu orang hajatan, mencari makanan buat ternak kambingnya, mengumpulkan batu di kali dan sebagainya... yang penting bagi diam bagaimana bisa mendapatkan uang untuk mencukupi kebutuhan hidup bersama anak anaknya. Anak anaknya cukup tau diri dengan keadaan orang tuanya. Dia sangat tegar menghadapi suaminya yang kurang bertanggung jawab, dia tak pernah menuntut ataupun protes...
     Pagi itu, ketegaran dan kekuatan yang ada pada yu Poni luruh.... Dia merasa tidak melaporkan pada siapapun masalah skandal suaminya dengan Menik yang sudah jadi rahasia umum. Selama ini dia tidak peduli bagaimana kelakuan suaminya itu.Yang membuat hati yu Poni hancur, remuk,.dan merasa diperlakukan tidak adil justrru pada saat pertemuan itu, dirnya yang dipersalahkan oleh orang orang terpandang itu...!!! Dia dituduh menyebarkan fitnah pada Menik....!!! Menyebar gosip, bahwa Menik telah menggoda suaminya...!! Dia tidak diberi kesempatan membela diri dan tak ada yang memberi kesempatan padanya untuk menjelaskan!! Mendengar cerita yu Poni, aku hanya bisa mengurut dada, dan menyebut duh Gusti.....
     Aku tak dapat memberi solusi pada masalah yu Poni..... aku tau persis, dia bukan wanita yang sering main ke tetangga untuk sekedar ngerumpi seperti kebanyakan wanita yang malas, waktunya habis untuk bekerja, bekerja, dan bekerja... bahkan untuk merawat badan dan wajahnyapun tak sempat ia lakukan. Aku hanya  dapat menghiburnya.....untuk sabar dan pasrah dalam ketakberdayaan menjalani lakon hidup yang harus dijalani.....
     Yu Poni tetap menjalani hari- hari nya seperti biasa, meskipun luka dihatinya masih perih. Dia yakin luka itu akan sembuh dengan sendirinya seiring berjalannya waktu. Dia yakin ada penyembuh yang Ilahi. Dan dia selalu yakin, selalu ada hikmah dan rencana Tuhan yang indah dibalik kepahitan hidup yang dialaminya. Satu yang dia minta pada Sang Pengatur Kehidupan, dia berharap kelak anak-anaknya beroleh kehidupan yang lebih baik. Dia rela mengorbankan kebahagiaannya demi masa depan anak- anaknya. Dia akan terus berjuang, berjuang dan berjuang untuk buah hatinya...
  

Sabtu, 19 Februari 2011

Tiwul

     Tiwul itu nama panggilanku. Menurut cerita para tua, nama itu diberikan padaku sebagai peringatan, betapa waktu aku lahir, keadaan  ekonomi orang tuaku sangatlah memprihatinkan. Sebagai adat di desa, jika ada seorang bayi lahir, maka setiap malam pasti ada para tamu yang melek di rumah keluarga yang baru saja mendapatkan anggota baru. Makanan tiwul itulah yang disuguhkan pada para tamu yang melek setelah kelahiranku.
     Meski aku lahir sebagai anak ke tiga, dari empat orang yang semuanya perempuan, namun butuh perjuangan berat bagi ibuku waktu proses melahirkan aku. Entah karena sebab itu, atau sebab yang lain aku tak tau. Tapi sungguh, aku merasa sangat berbeda dari saudara saudaraku. Bukan karena tak ada kemiripan aku dengan mereka,tapi perlakuan ibuku padaku juga sangat berbeda.
     " Wah, Bu....kok putrinya yang ini beda sekali?? buat saya saja ya?" Boleh ditukar apa saja, saya bersedia".... Seringkali, tiap aku dan ibuku bertemu dengan orang yang tidak dikaruniai anak perempuan atau yang tidak dikaruniai anak, pasti diriku di goda, dicubit lembut pipiku. Di salah satu sisi, aku begitu menggemaskan bagi orang lain, tapi dimata keluargaku, kecuali ayahku, aku seperti anak pungut yang layak diperlakukan berbeda dangan saudaraku yang lain....
     Kuingat, sejak kelas 3 Sekolah Dasar,hampir tiap hari ada yang salah pada diriku di mata ibuku atau saudara saudaraku.... Aku sering didiamkan oleh ibuku, yang kadang aku tidak tau dimana letak kesalahanku.. Begitu juga dengan kakak-kakakku... Jika ke sekolah aku kelupaan membawa PR, salain menegurku, guruku juga menegur kakakku supaya membimbing aku, dan itu akan membuat mereka marah padaku. aku tak punya tempat mengadu... Entah kekuatan dari mana aku tidak tau... Tiap aku kena marah atau bersedih, aku langsung masuk kamar, berdoa dengan caraku sendiri mengadu pada Tuhan......
     Waktu terus bergulir, aku tumbuh jadi gadis yang minder, pemalu dan kurang percaya diri. Tapi aku cukup mandiri untuk melakukan sesuatu yang kuanggap benar. Sering sepulang sekolah, setelah menyelesaikan tugas sekolah, aku bermain ke rumah tetangga....mengamati, mencoba dan membantu pekerjaan yang mereka lakukan. Dari mereka aku banyak balajar, bagaimana memintal benang, ngeklos benang dengan kleting, serta menenun setagen. Mereka baik hati memberi kesempatanku belajar. Tak jarang bila mereka panen hasil ladang aku membantunya. Pada awalnya mereka keberatan, tapi setelah mendengar penjelasanku, mereka dengan senang hati mengajariku...
     Meski di rumah aku dipanggil Tiwul, tapi tetanggaku dan orang- orang yang tau siapa orang tuaku, mereka memanggilku Mas Roro. Walaupun aku masih kecil, tapi mereka berbicara padaku dengan bahasa Jawa yang halus. Saat itu aku tidak peduli dengan sebutan Mas Roro, dan perlakuan mereka yang sangat sopan padaku, tapi aku selalu menghormati mereka apalagi yang sudah sepuh, aku sangat menghormatinya. Siapapun itu.!!Bagiku, orang yang sepuh, doa dan restunya lebih baik. Dari mereka juga aku banyak belajar bagaimana menghadapi hidup ini. Aku sering mengamati mereka. Mereka sungguh bisa jadi panutan, baik tutur maupun tingkah lakunya.
     Sungguh berbeda dengan orang tua dan para sepuh jaman sekarang. Jika jaman dulu ada istilah Anak polah bapa kepradah, sekarang terbalik, bapa polah, anak kepradah.... Aku, Tiwul, bersyukur pada Tuhan yang setia menjagaku, aku tidak protes atau dendam pada masa kecilku yang pahit, tapi aku sungguh bersyukur memperoleh gemblengan yang membuat jiwaku lebih tangguh dan membuatku tegar dalam menghadapi gelombang kehidupan ini.
     Kini aku dan suamiku bahagia dengan dua anak angkat kami yang kudidik dengan adil dan penuh kasih sayang. Aku selalu memberikan apa yang dulu tak pernah ku peroleh dari orang tuaku. Kasih sayang dan perhatian yang tidak pilih kasih.
     Jika kita menghadapi kepahitan hidup, bersandarlah kepadaNYA, sabar menjalani ujianNYA, belajarlah pada kehidupan itu sendriri, karena sesuatu itu akan indah pada waktunya.



Jumat, 18 Februari 2011

Secuil syair dari hatiku

25 Januari 2011
Daun berguguran di tengah kabut,
Sejenak membuat hatiku kecut.
Namu niatku takkan surut,.
 Kan kuayunkan langkah dengan tegar,
 Karena ku yakin kabut kan memudar,
 Kan kudapatkan surya yang bersinar.

21 Januari 2011
Lenteraku yang dulu telah padam..
Kini kutitipkan lenteraku yang terakhir padamu...
Hanya satu pesanku...
Sekali padam, lenteraku tak akan bisa menyala lagi..
Apapun  takkan mampu membuat lentera padam bersinar kembali...

25 Desember 2010
Lidahku terasa kelu,
Bersenandungpun ku tak mampu.
Melodi itu menusuk relung kalbuku,
Membuat sesak didadaku...
Ku terhuyung jatuh dalam haru.
Air mata mengalir mengiringi lagu..
Menelusuri liku hati yang mengharu biru...
Malam kudus...malam kudus....

24 November 2010
Lembayung senja terurai menyongsong malam...
Jadi peraduan burung lelah berkepak.
Kala awan putih tak lagi berkejaran....
Selimut malam segera turun ke bumi.
Biarpun bulan tak lagi terang...
Namun belalang tetap haturkan sembah Gusti..